Biografi Pahlawan Revolusi Jendral Ahmad Yani

“Jangan banyak membuang waktu. Selesaikan segera tugasmu, kalau perlu nyawa taruhannya.” (Pesan Jenderal Ahmad Yani kepada anak buahnya)

Jendral Ahmad Yani merupakan salah satu dari 7 pahlawan revolusi yang meninggal dalam sebuah gerakan pemberontakan yang dikenal sebagai G-30S (G-30S/PKI). Ia lahir tanggal 19 Juni 1922 di Jawa Tengah. Ketika berumur lima tahun, orang tuanya hijrah ke Bogor. Di kota hujan itulah, ia menamatkan pendidikan HIS (sekarang setingkat SD). Pada 1935, ia melanjutkan ke MULO (setingkat SMP), kemudian ke jenjang AMS (setingkat SMA). Namun, tahun kedua di bangku AMS, Ahmad Yani memutuskan keluar. Sebuah keputusan besar yang akan mengubah jalan hidupnya, dari seorang sipil menjadi seorang militer. Ya, ia memilih untuk mengambil pendidikan dalam Dinas Topografi Militer Malang. Sayangnya, pendidikan militernya ini tak dirampungkannya, karena tahun 1942-1945 tentara Jepang keburu masuk Indonesia untuk mengusir Belanda dan mengisi pemerintahan yang kosong.

Ahmad Yani dan para serdadu PETA

Sebagaimana perintah dari balatentara Jepang, tahun 1943 pemuda Indonesia direkrut untuk menjadi Pasukan Pembela Tanah Air (disingkat PETA). Termasuk di dalamnya adalah Ahmad Yani. Ia menjalani pendidikannya di Malang. Namun, waktu mengambil pendidikan Komando Peleton PETA, ia kembali ke Bogor, di mana setelah tamat ia kembali ke Malang lagi.

Tahukah Kamu: Ahmad Yani adalah pahlawan revolusi yang dianugerahi Jenderal Bintang Lima.

Setelah Jepang menyerah oleh Sekutu tahun 1945 dan Indonesia mengumandangkan proklamasi kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, Ahmad Yani dipercaya untuk memegang tongkat Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto. TKR adalah cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia yang kita kenal sekarang ini. Ia banyak menorehkan berbagai prestasi di kemiliteran. Salah satunya adalah ia bersama pasukannya berhasil menahan tentara Belanda yang melakukan Agresi Militer I (21 Juli-5 Agustus 1947) di sekitaran Pingit. Juga saat tentara Belanda melaksanakan Agresi Militer II (19 Desember 1948), Ahmad Yani memimpin Perang Gerilya dengan menjadi Komandan Wehrkreise II di daerah Kedu.

Gambar pahlawan revolusi Jendral Ahmad Yani
Gambar pahlawan revolusi Jendral Ahmad Yani.

Pada 1952, ia membentuk pasukan khusus yang dinamai Banteng Raiders, yang bertujuan untuk membasmi Pemberontakan Darul Islam. Tiga tahun berikutnya, atas jasa-jasa yang telah dilakukannya, ia mendapat kesempatan belajar di Command and General Staff College, Fort Leavenworth, Texas, AS. Setahun berikutnya, ia mendapatkan pendidikan di Special Warfare Course, Inggris.

Tahukah Kamu: Untuk mengenangnya, pemerintah Indonesia mengabadikan namanya sebagai nama di jalan ibukota dan beberapa kota di daerah Indonesia lainnya.

Setelah kembali ke Indonesia tahun 1958, Jendral Ahmad Yani diberi mandat untuk menjadi Komandan dari Komando Operasi 17 Agustus. Tujuan Komando Operasi 17 Agustus adalah menumpas Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, SumBar. Tentu saja tugas ini berhasil dilakukannya, sehingga karier kemiliterannya makin cemerlang. Ia pun diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat.

Pada medio 1960-an, para petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI) membuat suatu usulan untuk membentuk angkatan kelima, di mana angkatan kelima yang dimaksud adalah kaum buruh dan tani. PKI mengusulkan mereka ini untuk dipersenjatai. Ahmad Yani selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat menampik usulan tersebut. Pihak PKI pun tidak terima dengan penolakan itu, sehingga dalam suatu perencanaan matang, pihak PKI melakukan makar. Istilah yang dikenal adalah G-30S/PKI.

Pada 30 September, serombongan orang yang ditengarai orang-orang PKI mengepung rumah Ahmad Yani. Karena berniat melakukan perlawanan, mereka menembaknya dan langsung membawa jenazahnya ke Lubang Buaya. Beberapa waktu kemudian pihak Angkatan Darat menemukan jenazahnya bersama korban lainnya, dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Patung Ahmad Yani dan enam pahlawan revolusi lainnya di Lubang Buaya

Tahukah Kamu: Di Jakarta Pusat ada Monumen Ahmad Yani. Juga di depan sumur tua tempat jenazah Ahmad Yani ditemukan dibangun patung Ahmad Yani dan enam pahlawan revolusi lainnya dan relief Monumen Pancasila Sakti.