“Saya tak akan pernah cukup ‘hitam’ untuk memainkan (jazz). Daripada bersusah-payah memainkan otentisitas jazz, saya memutuskan memainkan musik di mana saya feel at home.” (I Wayan Balawan)
Nama anak Bali ini dapat disejajarkan dengan para gitaris kelas dunia yang memiliki kualitas tinggi. Sebut saja gitaris-gitaris yang menggeber segala teknik dalam bermusik semacam Eric Monterain, Steve Vai, Eddie Van Hallen, dan lain sebagainya. Di Indonesia, ia merupakan musisi Indonesia pelopor dan satu-satunya gitaris yang memakai dua gagang gitar dengan teknik delapan jari tapping-nya.
Biografi I Wayan Balawan
Adalah I Wayan Balawan, lelaki kelahiran Gianyar, Bali, 9 September 1973. Pada usia 8 tahun, saat duduk di bangku sekolah dasar, Balawan sudah memelajari musik. Alat musik pertama yang dimainkannya adalah gamelan Bali. Saat itu ia belajar memainkan musik Bali di mana kecepatan dan harmoni pentatonik menjadi esensi dari permainan. Setelah usianya beranjak remaja, 12 tahun, Balawan mulai merambah ke alat musik gitar. Musik-musik yang dimainkannya pun bertambah luas, ke aliran musik rock. Macam-macam lagu dari band rock terkenal pun dimainkannya, seperti Deep Purple dan The Beatles.Jenuh dengan permainan musik rock, setamatnya menyelesaikan SMU, pada umur 20 tahun ia merantau ke Australia untuk berguru musik jazz dan olah vokal di The Australian Institute of Music. Karena bakat bermusiknya yang luar biasa, Balawan mendapatkan beasiswa selama tiga tahun (1993-1995) di negeri kangguru itu dan kemudian mengantongi gelar Diploma of Music. Selanjutnya ia berkarir sebagai seorang gitaris profesional di Sidney selama 2 tahun. Karirnya ini sebenarnya telah dimulainya sejak 3 tahun sebelumnya. Dalam 5 tahun berkarir di Sidney, namanya melesat di deretan pemain gitar terhandal.
Di umurnya yang ke-25 tahun, sekitar 1997-an, ia kembali ke Indonesia. Di tanah air, Balawan membentuk sebuah grup band bernuansa etnik Bali, bersama kawan-kawannya semasa kecil yaitu Wayan Suastika, Wayan Sudarsana, Nyoman Marcono, Nyoman Suwidha, Gusti Agung Bagus Mantra, Gusti Agung Ayu Risna Dewi, dan Ito Kurdhi. Nama yang dipilih untuk bandnya adalah Batuan Etnic Fusion (BEF), terbentuk pada 22 Juni 1997. BEF mengawinkan antara musik tradisional Bali yang bertempo cepat dengan jazz yang naik turun, bisa cepat bisa lambat. Instrumen tradisional Bali yang dimainkan antara lain: reong, suling, rindik, genggong, kendang, dan cengceng, dicampur menjadi satu dengan instrumen modern seperti drum, gitar, flute, keyboard, dan bass hingga membentuk sebuah komposisi harmonis yang khas.
Pada 1999, dua tahun latihan bareng BEF, Balawan meluncurkan album perdananya yang bertajuk GloBALIsm. Album ini diproduseri oleh Dewa Budjana (gitaris grup band GIGI) dengan label rekaman Chico & Ira Productions. Untuk masalah pendistribusiannya diserahkan pada Aquarius Musikindo. Kurun 2001, Balawan maju rekaman lagi untuk merekam album yang diberi titel namanya sendiri, yaitu Balawan. Proses rekaman ini dilakukan di stasiun RRI (Radio Republik Indonesia) di Denpasar yang dibantu oleh Jimmy Sila, dengan label rekaman asal Jerman yakni Acoustic Music Records.
Album keduanya ini berisi 17 lagu yang merupakan perpaduan antara bentuk-bentuk musikalitas yang standar dan asli tradisional Bali yang khas. Sebut saja lagu karya Antonio Carlos Jobim, Cole Porter, V. Young, Duke Ellington, G. Gershwin dan lain-lain. Namun justru yang sangat menarik dari album ini salah satunya tentu saja adalah Putri Cening Ayu yang dimainkan dengan teknik touch tapping menggunakan gitar bersenar 12. Untuk judul lagu Putri Cening Ayu ini proses rekamannya dilakukan di studio Dewa Budjana, bersama sebuah lagu lainnya. Sedang bagian mixing dan mastering-nya digarap Indra Lesmana, musisi jazz Indonesia kenamaan.
Album yang paling melejitkan namanya adalah di album solonya yang bertitel Magic Fingers, diluncurkan tahun 2005. Di album ini, Balawan sangat menonjol secara teknik individu. Inilah proses eksplorasi pencarian dirinya sebagai seorang musisi. Namanya mulai dilirik khalayak luas. Di album ini, lagu yang paling menonjolkan teknik Balawan adalah Mainz In My Mind. Balawan menggunakan delapan jemarinya untuk memainkan gitar seperti seolah-olah sedang bermain piano. Empat jari tangan kiri untuk memainkan kord (kunci), sedangkan empat jari kanannya digunakan untuk memainkan melodi.
Teknik Balawan merupakan pengembangan dari teknik touch system yang digagas Jimmy Webster dalam bukunya Touch System (1952). Di samping Jimmy Webster, ada beberapa orang pionir dalam teknik ini,di antaranya Merle Travis dan Mark Laughlin. Kemudian teknik touch system ini dikembangkan oleh Eddie Van Hallen. Teknik ini kemudian banyak dimainkan di berbagai aliran musik seperti: jazz, rock sampai funk.
Teknik two handed tapping atau yang kerap dikenal dengan istilah tapping ala Eddie Van Hallen ini kemudian berkembang lagi menjadi teknik ala Balawan. Ditambah lagi, teknik ini memakai gitar bergagang dua. Di luar negeri sudah banyak yang guitarist players memakai teknik ini, sebut saja salah satunya adalah Eric Monterain dalam lagu Air Tab. Di Indonesia, hanya Balawan yang menggunakan teknik ini.
Balawan adalah musisi yang membawa nama Indonesia di gelaran pentas musik dunia. Sepanjang karir musiknya, Balawan pernah tampil di sejumlah pertunjukan internasional seperti East Meet West Gitarren Festival Edenkoben Germany (2000), Open Strings Guitar Festival Osnabrueck Germany (2000), Tour International Guitar Nights in 12 Cities in Germany (2001), Hell Blues Festival in Trondheim Norway September (2001), Hell Blues Festival in Trondheim Norway (September 2005), Australian Tour 4 Cities with Batuan Ethnic Fusion (Oktober 2005), Pop Asia Fukuoka Japan (October 2005), Tokyo Asia music Market Tokyo Japan (2005), serta Bali Jazz Festival (2005).
Kedigdayaan Balawan diakui semesta musik tanah air. Salah satunya seperti yang dilontarkan Indra Lesmana, “Balawan adalah seorang yang luar biasa. Dia menemukan hal-hal baru dalam berkesenian dan Batuan Etnic Fusion merupakan contoh dari para pekerja seni yang sempurna yang mengeksplorasi spektrum seni dengan gairah, cinta, keindahan, dan kebebasan.”
0 komentar:
Post a Comment