Biografi Thomas Alfa Edison - Penemu yang Memegang Rekor 1.093 Paten

“Tommy, anak ibu, sangat bodoh. Kami meminta ibu untuk mengeluarkannya dari sekolah.”
Demikian sepenggal tulisan yang tertera di secarik surat yang dibawa oleh Tommy. Surat itu ditulis sendiri oleh gurunya.

Tentu saja kalimat tanpa tedeng aling-aling yang dibaca Nancy Matthews Elliott membuatnya sakit, bak onak duri yang menusuk-nusuk hatinya. Beberapa lama kemudian, sambil meremas surat tersebut, Nancy bertekad dan bergumam, “Anak saya, Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia!”

Kalimat yang diucapkan Nancy bukanlah kata-kata biasa. Kalimat tersebut adalah doa seorang ibu untuk anaknya. Karena tiga dasawarsa berikutnya, tepatnya saat Tommy berusia 32 tahun (tahun 1879), dunia tak lagi gelap gulita ketika malam hari. Tommy yang dianggap bodoh waktu kecil itu berhasil menciptakan bohlam lampu pijar, yang mengubah wajah dunia selamanya.

Ada yang bisa menebak siapakah Tommy? Ya, dia adalah Thomas Alfa Edison. Inilah sepenggal kisah Tommy dalam biografi Thomas Alfa Edison.

***

Thomas Alfa Edison, Sudah Bodoh Tambah Aneh Pula


Biografi Thomas Alfa Edison - Penemu yang Memegang Rekor 1.093 Paten

Apa yang Anda bayangkan jika seorang anak manusia, yang dicap bodoh oleh gurunya, mengerami sebutir telur? Tentu Anda akan menganggapnya aneh bukan? Ada dua tujuan Anda menganggapnya aneh; pertama aneh karena hal tersebut tidak lazim dilakukan orang dan kedua aneh karena Anda tidak bisa mengikuti  pola pikirnya.

Apapun pilihan Anda, faktanya itulah yang terjadi pada Thomas Alfa Edison. Dia tidak cuma dianggap bodoh, tapi juga aneh.

Alfa Edison lahir di Milan, Ohio, AS, tanggal 11 Februari 1847 dari pasangan Samuel Odgen (ayah) dan Nancy Elliot (ibu). Namun, dia tumbuh besar di Port Huron, Michigan, sejak keluarganya pindah ke sana tahun 1854. Alfa Edison dibesarkan oleh pendidikan informal di dalam keluarga. Dalam hal ini, guru yang memberi inspirasi adalah ibunya sendiri, Nancy Elliot.

Sebelumnya, Alfa Edison memang sempat mengeyam pendidikan formal seperti kebanyakan anak-anak lain. Namun, tiga bulan bersekolah, sang guru mengembalikan Alfa Edison beserta secarik surat. Di mana, inti surat tersebut berisi bahwa dia tak layak disekolahkan karena dianggap terlalu bodoh. Sejak itulah, ibunya yang berprofesi sebagai guru mendidik Alfa Edison.

Rasa Ingin Tahu Alfa Edison Besar

Sebagai anak yang dianggap bodoh, Alfa Edison mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Berbagai literatur dibacanya untuk memuaskan hasrat tersebut. Mulai dari karya sastra sampai ilmiah habis dibacanya.

Bengkel kerja ilmiah pertamanya dibuat di gudang rumahnya. Di sana, Alfa Edison menghabiskan waktunya untuk "bermain-main", mengerjakan eksperimen-eksperimen kecil yang sudah dibacanya di literatur-literatur ilmiah. Bahkan, dia berhasil membuat telegraf "primitif" saat berusia 11 tahun.

Alfa Edison Berjualan di Stasiun Kereta Api

Tentu saja, eksperimen-eksperimen kecil ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena itu, Alfa Edison mencarinya dengan menjual apapun yang bisa dijual di stasiun kereta api jalur antara kota Port Huron dan Detroit. Selama beraktivitas di sini, Alfa Edison mendapatkan kesempatan emas tatkala dia menolong anak kepala stasiun. Ganjarannya, dia diberi gerbong kereta tak terpakai untuk membuat laboratorium.

Ketika pecah perang saudara di tanah Amerika pada 1861, segera topik ini menjadi hangat diperbincangkan orang. Alfa Edison melihat hal ini sebagai peluang. Dia langsung membeli sebuah mesin cetak tua seharga 12 dolar. Dengan mengutak-atik sedikit, jadilah mesin cetak tua ini sebagai mesin cetak uang. Ya, dari sanalah Alfa Edison memiliki sebuah penerbitan koran “Weekly Herald”. Oplahnya yang sehari mencapai 400 eksemplar laris manis bak kacang goreng saat dijual di stasiun kereta.

Pada usia 12 tahun, Alfa Edison kehilangan sebagian besar pendengarannya, bahkan bisa dibilang nyaris tuli. Dalam catatan hariannya, Alfa Edison pernah menulis, "Saya tidak pernah mendengar burung bernyanyi sejak saya berusia 12 tahun." Namun, itu tak mematahkan semangatnya untuk terus maju. Bahkan, penyakit tersebut memberinya keuntungan. Dengan demikian, dia bisa terus berfokus pada apa yang tengah dibacanya tanpa terganggu suara-suara lain.

Sewaktu Alfa Edison dipekerjakan sebagai operator telegraf di Boston tahun 1868, seluruh waktu luangnya habis untuk melakukan percobaan demi percobaan. Pada tahun ini, dia mulai mendedikasikan diri di wilayah penemuan-penemuan terbaru. Di mana, saat itu dia menemukan sistem interkom elektrik. Hak paten pertamanya diperoleh ketika dia berusia 21 tahun. Dia mendapatkan paten untuk alat electric vote recorder. Sayang, tak ada yang tertarik untuk membelinya.

Bohlam Lampu Pijar Pertama

Sejak itu, Alfa Edison selalu berpikir untuk membuat penemuan-peneman yang komersial. Dolar pertama yang didapatnya dari hasil penemuan adalah saat dia mengembangkan stock ticker. Sebuah perusahaan yang tertarik membelinya rela menghargai sebanyak 40.000 dolar. Uang ini tidak langsung dimakan habis, melainkan digunakan untuk membuka perusahaan dan laboratorium di Menlo Park, New Jersey. Di sini, Alfa Edison mewujudkan gagasan-gagasannya. Beberapa di antara temuannya mengubah kehidupan seluruh umat manusia.

Pada 1877, Alfa Edison membuat phonograph dan tidak berhenti sampai di situ, karena di tahun yang sama dia berhasil menciptakan bohlam lampu pijar. Pertanyaannya berapa banyak penelitian yang dilakukan oleh Alfa Edison untuk menemukan bohlam lampu pijar? Dalam kurun waktu dua tahun, Alfa Edison menghabiskan seluruh dana dan waktunya untuk menciptakan lampu. Hal ini dikarenakan lampu listrik sangat dibutuhkan untuk menerangi malam yang saat itu masih memakai lampu minyak. Total penelitian yang dilakukan adalah 6.000 uji coba untuk menemukan bahan yang tepat. Melalui usaha ekstra keras, tanggal 21 Oktober 1879, Alfa Edison melahirkan bohlam lampu pijar yang mampu menyala selama 40 jam. Sejarah pun ditorehkan!

Masih banyak lagi hasil penemuan Alfa Edison yang bermanfaat. Secara keseluruhan Alfa Edison sudah menciptakan paten sebanyak 1.093 atas temuannya. Di antara beberapa temuannya yang lain adalah telegraf cetak, pulpen elektrik, proses penambangan magnetik, torpedo listrik, karet sintetis, baterai alkaline, pengaduk semen, mikrofon, transmiter telepon karbon dan proyektor gambar bergerak.

Selain itu, di dunia perfilman, sebetulnya ada juga jasa Alfa Edison. Di mana, dia menggabungkan film fotografi yang telah dikembangkan George Eastman menjadi industri film yang menghasilkan jutaan dolar seperti saat ini. Dia pun membuat Black Maria, suatu studio film bergerak yang dibangun pada jalur berputar. Alfa Edison wafat di usianya yang ke-84, tepatnya tanggal 18 Oktober 1931. Demikian biografi Thomas Alfa Edison, salah seorang ilmuwan dan penemu terbesar di dunia.

Sumber "Biografi Thomas Alfa Edison"

Biografi Minto – Penemu Alat Pengolah Tenaga Surya

Waton tekun, mesti ketemu tujuane. Ora usah neko-neko!
(Asal tekun, pasti berhasil. Tidak usah berbuat yang aneh-aneh!)
Matahari merupakan energi utama bagi kehidupan di bumi ini. Tidak seperti energi yang berasal dari dalam perut bumi—tidak terbarukan, energi matahari merupakan bentuk energi alami yang bisa diperbarui. Karena itu sumber energi ini tidak akan habis.

Seorang putra bangsa Indonesia bernama Minto berhasil menemukan alat pengolah sumber energi renewable energy (matahari) yang telah diterapkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Alat ini serupa dengan kinerja tumbuh-tumbuhan yang mampu mengubah sinar matahari menjadi energi untuk melakukan kerja fotosintesis. Nama alat ini adalah kompor bertenaga surya.

Bermula dari Ide Sederhana

Penemuan ini terpantik oleh kenyataan bahwa masyarakat pedesaan yang hidup di kaki Gunung Wilis (Madiun), tempatnya tinggal, terlalu bergantung pada kayu sebagai bahan bakar pokok. Padahal hutan jati di wilayah itu semakin gundul. Mengakibatkan masyarakat harus berjalan kaki sejauh 3,5 hingga 8 kilometer demi mendapatkan kayu-kayu sebagai bahan bakar memasak. Terdorong kenyataan ini, Minto, berangan-angan membikin sebuah kompor berbahan bakar selain kayu dan minyak, yakni sinar matahari. Meskipun, menurut pengakuannya sendiri, sudah sedari kecil ia memiliki hasrat soal sinar panas matahari. "Waktu kecil saya kerap bertanya kepada keluarga, untuk apa Tuhan menciptakan matahari dengan sinar yang panas?" Angan-angan itu muncul pertama kali tahun 1989, tetapi gambaran bentuk dan wujud kompor bertenaga surya belum terbayang.

Biografi Minto – Penemu Alat Pengolah Tenaga Surya

Ada angan-angan belum terbayang tetapi tak tinggal diam, begitulah Minto. Ia mendapat hipotesa awal semua alat yang dirancangnya cuma dari buku pelajaran IPA kelas 5 SD; tentang radiasi, konveksi, dan konduksi—intinya tentang proses pemindahan panas untuk difokuskan. Cermin suryakanta (cembung) yang diarahkan ke matahari dan membentuk fokus akan mampu membakar kertas. Berdasarkan fenomena itu selanjutnya tercetus pikiran: apabila bentuk cermin itu diperbesar, tentu panas yang dihasilkan akan lebih tinggi. Hipotesa itu terbukti betul karena dari serpihan-serpihan kaca datar yang ditempelkan hingga membentuk kaca cembung—mirip parabola berdiameter dua meter—, akan dihasilkan panas yang sanggup mendidih air.

Sukses Itu Butuh Tenaga, Biaya, dan Waktu

Keberhasilan ini didapat hanya berselang tiga tahun, 1991, sejak ia berangan-angan di tahun 1989. Sungguh pencapaian kerja yang cepat, keras dan juga hebat. Sebetulnya prinsip kerja kompor bertenaga suryanya cukup sederhana, yakni hanya mengubah sinar matahari menjadi energi panas. Didasarkan pada pantulan cahaya matahari oleh beberapa keping cermin datar, yang ditata sedemikian rupa pada kerangka reflektor yang bentuknya menyerupai parabola. Bila reflektor diarahkan tegak lurus searah datangnya sinar matahari dan semua pantulan akan menuju ke satu titik. Kumpulan sinar pantul ini kemudian menimbulkan panas yang teramat tinggi. Apabila diameternya hanya 190 sentimeter, satu liter air mampu dididihkan dalam hitungan 5-6 menit. Apabila diameternya 286 sentimeter (dua meter lebih) bisa lebih cepat, yakni 1,5 menit.

Kesuksesan ini memicu semangatnya untuk berkreasi lagi. Penemuan pertamanya disusul penemuan keduanya. Ia mengembangkan alat temuannya (kompor bertenaga surya) menjadi alat dwi fungsi. Jadi kompor ok. Jadi antena parabola pun bisa. Prinsip kerja antena parabolanya merupakan kelanjutan dari prinsip kerja kompor tenaga suryanya. Hanya saja dibutuhkan alat-alat tambahan, seperti Low Noise Block (LNB), feed horn, receiver, kabel dan pesawat televisi.

Berikut penjelasannya: reflektor yang tegak lurus dengan arah datangnya gelombang elektromagnetik dari satelit akan memantulkan kembali semua gelombang itu menuju fokus. Kumpulan gelombang tersebut ditangkap LNB yang berlaku sebagai penguat sinyal. Dari LNB ini diteruskan lagi ke receiver lewat kabel untuk dipilih gelombang mana yang diinginkan. Dari reicever diteruskan ke pesawat televisi.

Ide-ide berkaitan dengan pembuatan alat-alat bertenaga surya terus bermunculan di benak Minto. Secara bertahap kemudian dikembangkan alat pengering tenaga surya (1998), alat pemanas air tenaga surya (2002), alat penyuling air tenaga surya (2003), dan rumah surya (2004). Ketekunan ini berbuah penghargaan, tak hanya dari kalangan nasional melainkan kalangan internasional pula.

Penghargaan

Banyak sudah penghargaan diterimanya terkait penemuannya ini. Mulai dari Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), Bappeda Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Daerah Tingkat II Kupang (NTT) dan Universitas Udayana Denpasar (Bali), Presiden Soeharto (1993), Menteri ESDM (2002), dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005). Ia juga pernah diusulkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerima penghargaan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Di samping itu, ratusan surat telah diterimanya. Isinya meminta agar pak guru mau menebarkan ilmunya kepada masyarakat luas.

Namun, meski ia sudah diakui dan menerima penghargaan sebagai seorang penemu, Minto tetap tak meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang guru, karena guru adalah profesi utamanya. Minto menghembuskan nafas penghabisan pada 2006. Ya, tekun dan tak perlu neko-neko, nampaknya peninggalan inilah yang bisa kita petik dari biografi tokoh Indonesia bernama Minto ini.

SUMBER

Koran, Majalah
Kompas, 21 Januari 1999
Kompas, 26 April 1999
Kompas, 12 Januari 2002
Kompas, 31 Maret 2005
Radar Madiun, 29 Desember 2008
Sinar Harapan, 25 Februari 2005
Koran Tempo, 27 Januari 2005
Lampung Post, 25 Februari 2005

Internet
Surya. Diakses tanggal 25 Februari 2009.
Salam.Leisa. Diakses tanggal 25 Februari 2009.

(Nb. dicuplik dari buku Lilih Prilian Ari Pranowo, 30 Tokoh Penemu Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2009)

Biografi Sedijatmo – Penemu Konstruksi Pondasi Cakar Ayam

Biografi Sedijatmo – Penemu Konstruksi Pondasi Cakar Ayam
Ketika membangun gedung, jalan-jalan dan landasan pesawat terbang, baik di Indonesia maupun di luar negeri, acap dijumpai kondisi tanah yang menyulitkan pembangunan. Salah satu permasalahan mengenai kondisi tanah adalah kelunakannya. Untuk menanganinya dibutuhkan suatu metode khusus. Sebab tanpa metode khusus, niscaya pembangunan tidak dapat dilakukan.

Metode khusus yang bisa diterapkan adalah sebagai berikut: membuat perbaikan tanah, membuat pondasi sumuran, pondasi caisson, dan pondasi tiang pancang. Akan tetapi, secara umum, metode khusus ini berbiaya mahal dan memakan waktu yang relatif cukup lama. Persoalan ini kemudian dipecahkan oleh Ir. Sedijatmo dengan menemukan teknik konstruksi baru yang dilabeli nama konstruksi cakar ayam.

Biografi Tjokorda Raka Sukawati – Penemu Tiang Penyangga Sosrobahu

"Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN." (Fidel Ramos, mantan Presiden Filipina)

Biografi Tjokorda Raka Sukawati – Penemu Tiang Penyangga Sosrobahu
Di kalangan orang-orang teknik sipil atau arsitek, teknik sosrobahu sudah barang tentu akrab di telinga. Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, selanjutnya diputar 90 derajat sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan di bawahnya. Teknik ini banyak diterapkan di jalan layang, baik di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Penemunya adalah orang Indonesia, yakni Ir. Tjokorda Raka Sukawati.